"High cost politic disebabkan dia harus memberikan uangnya ke broker dan
ke akar rumput," terang Direktur Eksekutif The Political Literacy
Institute (Policy) ini.
Di sisi lain, bertemunya Rhoma dan PKB
merupakan bentuk simbiosis mutualisme diantara keduanya. Di satu sisi
Rhoma membutuhkan kendaraan politik untuk memenuhi hasratnya untuk
berlaga di kursi Capres, sementara PKB membutuhkan sosok untuk
mendongkrak popularitas partai melalui pemberitaan. Tanpa disadari,
tokoh populis tersebut hanya dijadikan vote getter.
"Kalau tidak
hati-hati, maka orang-orang yang memiliki polularitas ini akan terjebak
pada mitologi simbolik bahwa populer itu pasti menang. Tanpa disadari,
artis hanya menjadi alat political publicity, tak lebih sebagai vote
getter," urainya.
Dihubungi terpisah, Direktur Lingkar Madani
untuk Indonesia (Lima), Ray Rangkuti mengusulkan ada baiknya Rhoma
membuat hitung-hitungan dengan PKB jika partai yang dipimpin Muhaimin
Iskandar itu semata hanya memanfaatkan si Raja Dangdut untuk mengail
suara.
"Rhoma profesional saja, pakai hitung-hitungan PKB bayar berapa miliar," ujar Ray.
Senada
dengan Gun Gun, partai yang menggunakan artis dalam mengail suara
konstituen ingin bekerja instan dan berharap out put besar.
"Partai seperti iti lebih banyak entertainment-nya daripada pendidikan politik yang baik bagi masyarakat," kata Ray.
Muhaimin
Iskandar mendeklarasikan dukungan partainya ke pencapresan Rhoma Irama.
Bagi Muhaimin tak masalah memanfaatkan popularitas Rhoma demi
mendongkrak suara PKB.
"Nggak apa-apa memanfaatkan popularitas,"
kata Muhaimin kemarin usai peresmian posko Rhoma Irama for President RI
di Jl Dewi Sartika, No 44, Cawang, Jakarta Timur.
Menurut Muhaimin, PKB dan Rhoma sama-sama memperoleh manfaat. Karena keduanya saling mengkampanyekan.
Posting Komentar