Menurut sejarah, Tayub berasal dari kata
Tata dan Guyub, yang artinya kurang lebih adalah bersenang-senangnya
pengibing (barisan laki-laki yang menghadiri dan ikut mengiringi – red)
bersama penari wanita. Pagelaran tari tayub adalah bentuk seni
pertunjukan masyarakat Jawa yang berwujud tarian berpasangan. Di
Bojonegoro sendiri penari perempuan disebut dengan Waranggono.
Penari
tayub di Bojonegoro, biasanya mengawali pementasan dengan membawakan
Tari Gambir Anom, sebuah tarian klasik dengan gaya lembut. Kemudian
menarikan irama-irama yang sedikit rancak dengan lagu-lagu campursari
atau langgam jawa. Yang unik dari tarian tayub adalah ikut sertanya
penonton atau tamu untuk menari bersama .
Tamu yang dipandang
terhormat biasanya akan didaulat untuk ikut menari dengan ditandai
dikalungkannya sebuah selendang. Meskipun tayub merupakan pertunjukan
yang kontroversi, namun pada hakikatnya pertunjukan tersebut sarat
dengan norma-norma dalam masyarakat. Norma kesopanan menjadi kunci
utamanya, dengan setiap penampilan antara waranggono dan pengibing
selalu ada jarak.
Ada ritual dan do’a bersama sebelum tari tayub
dimainkan, biasanya diawali dengan Nguyu-uyu (Manghayu-hayu) yang
artinya penghormatan kepada semua tamu yang hadir sebelum acara dimulai.
Nguyu-uyu ini adalah wujud penghormatan kepada antusias penonton yang
telah datang lebih awal.
Dilanjutkan dengan ritual Bedhayan, yang
berupa tarian pembuka sebelum pertunjukan tayub dimulai. Selanjutnya
Talu Gending sebagai penghantar Tayub akan dimulai dan Beksa yang
menandakan tarian tayub telah dimulai.
Dibawakan oleh
wanita-wanita cantik dengan kebaya dan batik khas Bojonegoro, tarian
lemah gemulai tersebut diiringi oleh gending-gending jawa dan gamelan
yang dimainkan oleh para penabuh secara langsung.
Dalam tayub ada
kandungan nilai-nilai positif, yang kemudian sering dipertunjukkan
sebagai tarian penyambutan tamu keraton. Juga saat seorang permaisuri
raja menari di pringgitan untuk menjemput kedatangan sang raja.
Tayub
juga jadi simbol yang kaya makna tentang pemahaman kehidupan yang punya
bobot filosofis tentang jati diri manusia. Dalam buku “Bauwarna Adat
Tata Cara Jawa” karangan Drs. R. Harmanto Bratasiswara dijelaskan,
tayuban adalah tarian yang dilakukan wanita dan pria berpasangan.
keberadaan tayub berasal dari cerita kadewatan (dewa-dewi) ketika
matanya berjajar menari dengan gerak yang guyub.
Tayub juga
diyakini memiliki kandungan nilai agamis, hal itu terjadi pada abad XV.
Ketika tayub digunakan sebagai media syiar agama Islam di pesisir utara
Pulau Jawa oleh tokoh agama Abdul Guyer Bilahi, yang selalu mengawali
pagelaran tayub dengan dzikir untuk mengagungkan Asma Allah.
Sumber : ebojonegoro
Posting Komentar