Neraca Perdagangan RI Tekor di ASEAN
Defisit dengan Thailand Besar karena Impor Mobil Naik
KOMPOS - JAKARTA – Skema pasar bebas dalam
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang berlaku akhir 2015 bakal menjadi
tantangan besar bagi Indonesia. Sebab, saat ini saja Indonesia sudah
tekor saat berdagang dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik
(BPS) Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, ASEAN memang menjadi mitra dagang
utama bagi Indonesia. Itu terlihat dari nilai ekspor maupun impor antara
Indonesia dan negara-negara ASEAN yang terbesar dibanding kawasan lain.
’’Tapi sayangnya, kita masih mencatat defisit,’’ ujarnya kepada Kompos Selasa (4/11).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, total ekspor nonmigas
Indonesia ke negara-negara ASEAN sepanjang Januari–September 2014
tercatat USD 21,58 miliar. Angka itu lebih besar jika dibandingkan
ekspor ke mitra dagang utama lainnya seperti Uni Eropa USD 12,65 miliar
atau Tiongkok USD 12,58 miliar. Sementara itu, impor nonmigas Indonesia
dari negara-negara ASEAN mencapai USD 22,52 miliar. ’’Sehingga, neraca
dagang Indonesia dengan ASEAN mencatat defisit USD 940 juta,’’ katanya.
Di antara 10 negara ASEAN, ada tiga yang menjadi mitra dagang utama
Indonesia. Yakni, Singapura, Malaysia, dan Thailand. Dengan Singapura,
lanjut dia, Indonesia mencatat defisit tipis USD 9 juta, dengan Malaysia
mencatat surplus USD 430 juta, dengan Thailand menderita defisit besar
hingga USD 3,59 miliar, dan dengan negara-negara ASEAN lainnya mencatat
surplus USD 2,31 miliar. ’’Khusus Thailand, defisit kita besar karena
impor mobil yang terus naik,’’ terangnya.
Namun, jika dihitung berdasar neraca dagang nonmigas dan migas,
defisit Indonesia tercatat lebih parah. Sebab, selama ini mayoritas
impor BBM maupun minyak mentah Indonesia berasal dari Singapura. Sebagai
gambaran, sepanjang Januari–September ini, impor BBM dan minyak mentah
menembus angka USD 30,6 miliar.
Karena itu, jika diakumulasi antara ekspor dan impor migas maupun
nonmigas, surplus tipis yang didapat Indonesia dari Singapura akan
langsung tenggelam oleh defisit. Apalagi, ekspor minyak dan BBM
Indonesia hanya sekitar USD 11 miliar. Dengan demikian, neraca dagang
migas dan nonmigas Indonesia dengan ASEAN bisa menderita defisit hingga
USD 20 miliar. ’’Ini angka yang luar biasa besar,’’ sebutnya.
Sasmito mengatakan, defisit tersebut diharapkan bisa mengecil jika
pemerintah jadi menaikkan harga BBM subsidi sehingga konsumsi dan
penyelundupan akan turun. Apalagi, jika pemerintah juga menjalankan
program konversi ke bahan bakar gas (BBG). ’’Tapi, yang paling utama
sebenarnya adalah ekspor impor nonmigas. Sebab, di situ letak daya saing
sebuah negara,’’ ujarnya.
Ekonom Raden Pardede menyatakan, selain memperbaiki daya saing dengan
pengembangan infrastruktur, kunci agar Indonesia bisa sukses di era
perdagangan bebas adalah masuk dalam mata rantai produksi dunia. Karena
itu, Indonesia harus memiliki basis industri unggulan. ’’Fokus saja.
Misalnya, untuk otomotif, kita harus bisa mengalahkan Thailand. Lalu,
untuk industri manufaktur padat karya, kita harus bisa mengambil
sebagian porsi Tiongkok,’’ katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar