Rabu, 05 November 2014

Neraca Perdagangan RI Tekor di ASEAN

Neraca Perdagangan RI Tekor di ASEAN

Defisit dengan Thailand Besar karena Impor Mobil Naik


KOMPOS - JAKARTASkema pasar bebas dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang berlaku akhir 2015 bakal menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Sebab, saat ini saja Indonesia sudah tekor saat berdagang dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, ASEAN memang menjadi mitra dagang utama bagi Indonesia. Itu terlihat dari nilai ekspor maupun impor antara Indonesia dan negara-negara ASEAN yang terbesar dibanding kawasan lain. ’’Tapi sayangnya, kita masih mencatat defisit,’’ ujarnya kepada Kompos Selasa (4/11).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, total ekspor nonmigas Indonesia ke negara-negara ASEAN sepanjang Januari–September 2014 tercatat USD 21,58 miliar. Angka itu lebih besar jika dibandingkan ekspor ke mitra dagang utama lainnya seperti Uni Eropa USD 12,65 miliar atau Tiongkok USD 12,58 miliar. Sementara itu, impor nonmigas Indonesia dari negara-negara ASEAN mencapai USD 22,52 miliar. ’’Sehingga, neraca dagang Indonesia dengan ASEAN mencatat defisit USD 940 juta,’’ katanya.

Di antara 10 negara ASEAN, ada tiga yang menjadi mitra dagang utama Indonesia. Yakni, Singapura, Malaysia, dan Thailand. Dengan Singapura, lanjut dia, Indonesia mencatat defisit tipis USD 9 juta, dengan Malaysia mencatat surplus USD 430 juta, dengan Thailand menderita defisit besar hingga USD 3,59 miliar, dan dengan negara-negara ASEAN lainnya mencatat surplus USD 2,31 miliar. ’’Khusus Thailand, defisit kita besar karena impor mobil yang terus naik,’’ terangnya.

Namun, jika dihitung berdasar neraca dagang nonmigas dan migas, defisit Indonesia tercatat lebih parah. Sebab, selama ini mayoritas impor BBM maupun minyak mentah Indonesia berasal dari Singapura. Sebagai gambaran, sepanjang Januari–September ini, impor BBM dan minyak mentah menembus angka USD 30,6 miliar.

Karena itu, jika diakumulasi antara ekspor dan impor migas maupun nonmigas, surplus tipis yang didapat Indonesia dari Singapura akan langsung tenggelam oleh defisit. Apalagi, ekspor minyak dan BBM Indonesia hanya sekitar USD 11 miliar. Dengan demikian, neraca dagang migas dan nonmigas Indonesia dengan ASEAN bisa menderita defisit hingga USD 20 miliar. ’’Ini angka yang luar biasa besar,’’ sebutnya.

Sasmito mengatakan, defisit tersebut diharapkan bisa mengecil jika pemerintah jadi menaikkan harga BBM subsidi sehingga konsumsi dan penyelundupan akan turun. Apalagi, jika pemerintah juga menjalankan program konversi ke bahan bakar gas (BBG). ’’Tapi, yang paling utama sebenarnya adalah ekspor impor nonmigas. Sebab, di situ letak daya saing sebuah negara,’’ ujarnya.

Ekonom Raden Pardede menyatakan, selain memperbaiki daya saing dengan pengembangan infrastruktur, kunci agar Indonesia bisa sukses di era perdagangan bebas adalah masuk dalam mata rantai produksi dunia. Karena itu, Indonesia harus memiliki basis industri unggulan. ’’Fokus saja. Misalnya, untuk otomotif, kita harus bisa mengalahkan Thailand. Lalu, untuk industri manufaktur padat karya, kita harus bisa mengambil sebagian porsi Tiongkok,’’ katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar