Sejumlah kendaraan berusaha
melintasi banjir yang menggenangi ruas jalur pantura di Kandanghaur,
Indramayu, Jawa Barat, kemarin. Akibat hujan deras dan luapan air
sungai, ruas jalur pantura mengalami kemacetan panjang hingga kendaraan
yang menuju Jakarta dialihkan melalui jalur tengah Sumedang-Subang.
KENDAL
– Banjir akibat hujan deras yang mengguyur sejumlah daerah di Jawa
Tengah terus meluas. Selain merendam ribuan rumah warga di delapan
kabupaten/ kota, banjir juga melumpuhkan arus lalu lintas di jalur
pantura mulai Pekalongan, Batang, Kendal, Kudus hingga Pati. Seluruh kendaraan yang akan melintas terpaksa mengurangi kecepatannya karena jalan transnasional tersebut tergenang air setinggi 70 cm. Salah satu titik genang air di depan Makodim 0715 Kendal dan di depan Kantor Kejaksaan Negeri. Kepadatan kendaraan mengundang reaksi warga sekitar. Mereka bahu membahu mengurai kemacetan dengan mengatur arus lalu lintas.
“Ini agar pengendara tidak terperosok ke parit di pinggiran jalan.” “Jalannya kan semua terendam, jadi tidak bisa dibedakan mana yang jalan mana yang parit,” ujar salah seorang warga Kendal, Ngatiman, kemarin. Air mulai menggenangi jalan transnasional itu sekitar pukul 05.00 WIB dan terus meninggi. Namun tak tampak petugas kepolisian yang mengatur lalu lintas, hanya rambu-rambu tanda bahaya yang tampak di lokasi yang cukup dalam. Jalur pantura di Kabupaten Kudus juga tak bisa dilewati kendaraan karena tergenang banjir akibat meluapnya Sungai Piji.
Banjir juga merendam ratusan rumah warga di Kecamatan Mejobo. Ketinggian air yang merendam permukiman warga di Desa Kesambi, Mejobo, Golantepus, Kirig, Jojo, maupun Desa Golantepus, bervariasi antara 30-50 cm. Banjir ini terjadi akibat limpasan Sungai Piji yang membelah wilayah Kecamatan Mejobo. Selain itu, tingginya debit air juga diperparah tanggul penahan air yang longsor dan bergeser sepanjang empat meter. Selain banjir, tanah longsor menimpa empat rumah yang di sejumlah lokasi berbeda. Yakni Dukuh Kambangan, Desa Menawan, dan Kedungsari, Kecamatan Gebog, serta sebuah rumah warga di Desa Kajar dan di Desa Soco, Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus.
Bupati Kudus Musthofa mengatakan pemkab telah menyediakan anggaran bencana sebesar Rp3 miliar dalam APBD 2014. Musthofa juga mengaku telah menginstruksikan berbagai instansi terkait mulai dari level kabupaten, kecamatan hingga desa agar secepatnya bergandengan tangan untuk melakukan penanganan kondisi darurat. Khusus bencana banjir, kata Musthofa pihaknya juga sudah memerintahkan setiap camat untuk melakukan gerakan pembersihan sungai dan saluran drainase di wilayahnya masing-masing.
Di Kabupaten Pati, banjir merendam ribuan rumah yang tersebar di 29 desa yang ada di tujuh kecamatan, yakni Kecamatan Gabus, Pati, Juwana, Tayu, Margoyoso, Jakenan, DukuhsetidanSukolilo. Ketinggian air banjir yang menggenangi ribuan rumah warga ini bervariasi mulai dari 30 cm -1 meter. Permukiman warga yang terendam air paling parah yakni di Desa Banjarsari dan Mintobasuki, Kecamatan Gabus. Di Desa Widorokandang, Kecamatan Pati selain merendam rumah warga dan fasilitas umum seperti sekolah dan musala,banjir juga menggenangi jalur pantura yang sudah ditinggikan pasca banjir 2008 silam.
Selain banjir, bencana tanah longsor juga terjadi di Kabupaten Pati. Rumah milik Supono yang ada di Desa Gunungsari Kecamatan Tlogowungu dilaporkan mengalami kerusakan di sejumlah bagian akibat terkena material longsoran seiring hujan lebat yang mengguyur wilayah sekitar. Salah seorang warga Widorokandang, Kecamatan Pati, Suwarti mengatakan air banjir masuk ke rumah sekitar pukul 01.00 WIB. Dalam tempo setengah jam genangan air dari Sungai Simo sudah masuk ke dalam rumah-rumah warga. “Air datang saat mayoritas warga sudah tidur sehingga ada banyak barang yang tidak sempat diselamatkan,” kata Suwarti.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pati, Sujono mengatakan pemkab belum menetapkan status darurat bencana. Sebab berdasar pemantauan, banjir di sejumlah desa ada yang sudah mulai surut. Hingga kemarin petang, banjir terparah berada di Desa Banjarsari dan Mintobasuki, Kecamatan Gabus. Menurut Sujono, dari ribuan korban banjir hanya ada sekitar 11 KK berisi 33 jiwa di Desa Doropayung Kecamatan Juwana yang benar-benar mengungsi.
Puluhan warga tersebut mengungsi dibalai desa setempat. Sedangmayoritas korban banjir lainnya memilih bertahan di rumahnya masingmasing. Ada juga yang memilih mengungsi namun di rumah kerabat yang tidak ikut kebanjiran. “Bantuan logistik kita kirimkan terlebih untuk korban banjir yang mengungsi,” ucapnya. Di Kabupaten Jepara, banjir merendam ratusan rumah warga didualokasiberbeda.
YaknidiDesa Welahan Kecamatan Welahan dan Desa Batukali Kecamatan Kalinyamatan. Ketinggian air bervariasi sekitar 50 cm - 1 meter. Selain merendam rumah, banjir juga menggenangi akses jalan dan ratusan hektar areal pertanian milik warga. Khusus di Desa Batukali, banjirterjadiseiringluapanairdari Serang Welahan Drainase (SWD) II dan Sungai Tanjung yang melintas di Desa Batukali. Banjir di Kabupaten Kendal merendam enam kecamatan antara lain Kecamatan Kendal, Ngampel, Cepiring, Patebon, Brangsong, dan Rowosari.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) KabupatenKendal, PaulSimamora mengatakan, enam kecamatan yang terendam banjir meliputi 11 kelurahan dan 15 desa. “Banjir kali ini memang meluas karena intensitas hujan yang sangat tinggi,” ujarnya. Paul mengaku sudah mendistribusikan bantuan berupa makanan siap saji dan sembako di sejumlah wilayah yang dilanda banjir.
Di antaranya kalibuntu, Pegulon, Kebondalem, Langenharjo, Patukangan, Ngilir, Balok dan Pekauman. Salah seorang warga Kelurahan Pegulon, Kumaidimengatakan, wilayahnya sudah lebih dari tujuh kali dilanda banjir. “Namun kali ini yang paling parah karena airnya masuk rumah hingga ketinggian 70 cm,” tutur dia.
Evakuasi Korban Terkendala Armada
Jumlah pengungsi akibat banjir yang melanda Kota dan Kabupaten Pekalongan hingga hari kedua ini terus bertambah. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat mencatat ada lebih dari 7.000 jiwa yang mengungsi ke lokasi yang lebih aman. Jumlahtersebutdiperkirakanbisa bertambah menyusul masih tingginya genangan dan intensitas hujan yang masih tinggi.
Para pengungsi banjir di Kota dan Kabupaten Pekalongan mulai menderita penyakit. Seperti penyakit gatal, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) hingga diare. Sebagian besar keluhan itu telah tertangani dengan bantuan obat seadanya. Pantauan di lapangan, seluruh konsentrasi pengungsian masih dipenuhi warga. Baik lokasi yang ada di Kota Pekalongan maupun yang ada di Kabupaten Pekalongan. Di Kota Pekalongan, banjir melanda hampir sebagian besar kelurahan yang tersebar di empat kecamatan. Banjir melanda sejak Jumat (17/1) sampai Minggu (19/1).
Dengan ketinggian air bervariasi mulai dari 30 cm, sampai hampir 1 meter. Titik terparah banjir terjadi di Pabean, Pasirsari, dan Bandengan. Data sementara yang masuk ke pemerintah setempat, jumlah pengungsi mencapai 850 orang. Mereka mengungsi di beberapa tempat aman seperti masjid dan musala setempat. Kepala BPBD Kabupaten Pekalongan Bambang Sujatmiko menyebutkan, ada peningkatan jumlah pengungsi dari hari sebelumnya yang mencapai sekitar 5.000 orang. “Diperkirakan ada 7.000-an orang yang sekarang mengungsi,” katanya.
Titik pengungsian berada di gedung Kopindo Wiradesa, pusat batik IBC di Wiradesa,Dakota di Tirto, Dupantex Tirto, kantor Kecamatan Siwalan, Pabrik Gula Sragi (PG) Sragi dan balai desa, serta sekolah yang aman dari banjir. Para pengungsi berasal dari Kecamatan Tirto, Wiradesa, Siwalan, dan Sragi. BPBD mengaku kewalahan untuk mengevakuasi korban karena ada yang bertahan dan tidak mau evakuasi.
Bambang mengaku telah berupaya membujuk warga untuk mengungsi, tapi menolak dievakuasi. Kendala lain, kata Bambang, minimnya armada truk yang dipakai untuk mengevakuasi korban. Saat ini yang ada sekitar 20-an unit truk. “Masih kurang armada truk sekitar 10 unit lagi. Pemkab juga telah mengerahkan bus tapi itu masih kurang,” katanya.
Personel dan Peralatan Tim SAR Minim
Badan Meteoroli, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Provinsi Jateng mencatat, cuaca ekstrem masih akan melanda Jateng hingga akhir Februari 2014. Curah hujan lebat dengan intensitas lebih dari 70 milimiter (mm) per hari disertai angin kencang masih akan terjadi di beberapa wilayah Jawa Tengah.
“Bencana alam seperti banjir, tanah longsor, puting beliung dan bencana laut masih berpotensi terjadi mengingat cuaca seperti ini. Untuk itu kami menyatakan status Jatengsebagaikawasansiagasatu,” ujar Kepala Kantor SAR Semarang, Agus Haryono saat dihubungi KORAN SINDO, kemarin. Diamengimbaukepada masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana agar siaga. Sebab, musibah dapat datang sewaktu-waktu dan tidak dapat diprediksikan.
Agus mengatakan, bencana alam yang melanda Jateng pada tahuninijugaterusmeluas. Hingga saat ini tercatat sudah ada enam kabupaten/kota yang mengalami bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, seperti Kota Semarang, KabupatenPekalongan, Kota Pekalongan, Jepara dan Pemalang. Hal ini membuat pihaknya harus bekerja cukup keras mengingat personel tim SAR Kantor Semarang sangat minim. Selain itu peralatan yang digunakan juga jauh dari kata memadai.
“Kami hanya memiliki sekitar 145 personel, itu pun disebar di berbagaidaerahsepertiYogya, Solo, Cilacap, Jepara dan Semarang. Sementara untuk peralatan juga belum memenuhi standar,” paparnya. Selain kendala personel dan peralatan, medan yang sulit juga membuat proses evakuasi terhambat. “Jika ada masyarakat yang terkena bencana alam, segera melaporkan ke posko BPBD dengan menghubungi nomor 6730212,” tandasnya. wikha setiawan/ muhammad oliez/akrom hazami/andika prabowo
Posting Komentar