Dugaan Main Proyek Renovasi Toilet Dewan Menguat
KOMPOS - GAMBIR - Dugaan permainan dalam proyek renovasi toilet dewan senilai Rp 28 miliar semakin kuat. Penelusuran Jawa Pos
menyebutkan ada sejumlah kejanggalan, dan pantauan di lapangan
mengindikasikan bahwa renovasi tersebut dipaksakan. Dalam konteks, tidak
perlu diganti, tapi diganti seolah harus ada proyek ini.
Yang pertama adalah selisih dari dokumen Harga Perkiraan Sendiri
(HPS) dengan papan pengumuman proyek. Di daftar HPS total nilai proyek
adalah Rp 27,7 miliar yang ditambah PPN (pajak penerimaan Negara)
menjadi Rp 30 miliar. Sementara, papan pengumuman proyek mencantumkan
nilai Rp 28 miliar.
Kejanggalan kedua adalah pantauan di lapangan. Seharian kemarin (22/10), Jawa Pos
menjajal sebelas toilet yang ada di lima lantai tersebut. Dan semuanya
–mulai dari urinoir hingga jambannya—berfungsi normal, serta kondisinya
masih sangat bagus. Bila dibandingkan dengan fasilitas serupa di gedung
DPRD Jatim, misalnya, kondisinya jauh lebih baik dan lebih mewah.
Data yang dihimpun Jawa Pos menyebutkan bahwa untuk toilet
ini baru saja diperbaiki pada pertengahan 2013 lalu. Jadi, artinya
kondisinya masih sangat baik. Yang mengejutkan, data di dokumen HPS
menyebutkan bahwa renovasi yang dilakukan adalah renovasi total toilet
tersebut. Mulai dari penggantian pipa, penggantian keramik, hingga ke
penggantian jamban merek Toto yang dihargai per item lebih dari Rp 5
juta.
Konsekuensinya, toilet yang masih bagus dan berfungsi itu dibongkar
keseluruhan untuk dipasang lagi. Pembongkaran bahkan sampai pada
penggantian instalasi airnya. ’’Ini benar-benar proyek yang tidak masuk
akal dan dipaksakan,’’ kecam kordinator advokasi dan investigasi Forum
Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafy. ’’Ini
benar-benar membuang waktu, membuang energi, dan main-main anggaran,’’
tambahnya.
Tidak sampai disitu saja. Dinas Perumahan dan Gedung DKI juga
mengganti yang semestinya tidak perlu. Yaitu, atap dan plafon lobi
gedung DPRD DKI yang baru saja selesai direnovasi mengguanakan anggaran
APBD 2013. Seperti toilet, dua hal yang kondisinya masih bagus tersebut
kembali dibongkar dan diganti dengan barang-barang baru. Bahkan menurut
salah satu pekerja bangunan yang tidak mau dikorankan namanya mengakui,
bahwa gedung dewan ini masih layak dan tidak perlu dilakukan renovasi.
’’Ya, memang ada beberapa yang perlu perbaikan. Tapi tidak banyak,
dan bisa dilakukan tanpa banyak biaya,’’ ucap seorang pekerja yang tak
mau disebutkan namanya. Lalu, dia menunjukkan atap, dan seng-seng yang
ada di plafon atap. Masih berkilau, tidak ada yang karatan, atau pun
rusak.
Dia juga menunjuk mengenai marmer-marmer di hall gedung yang juga
dibongkar untuk diganti. Semuanya masih bagus. ’’Saya sangat mau, mas,
menampung bekas marmer gedung ini. Masih kelihatan baru dan mahal,’’
tambahnya. Apalagi, karena ukuran marmer yang berbeda, maka dia pun
harus membuat lubang di tembok yang lebih besar dari yang ada di dokumen
HPS. ’’Kalau tidak begitu, ya tidak bisa dipasang,’’ tambahnya.
Dari pengalamannya bertahun-tahun menjadi mandor bangunan, pekerja
tersebut mengaku tak habis pikir kenapa juga harus dibongkar dan diganti
yang baru. ’’Tapi namanya kuli, ya harus nurut pimpinan,’’
katanya, lantas tersenyum. Dia juga mengatakan bahwa dirinya
ditugaskanuntuk mengganti marmer dinding gedung belakang, depan, toilet,
dan wastafel. Yang juga semuanya masih dalam kondisi bagus.
Sementara itu, saat dikonfirmasi Kepala Bidang Perencanaan Teknis
Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta Triyanto. Enggan menjawab
pertanyaan masalah renovasi gedung lama DPRD DKI. ’’Maaf mas, saya
dipanggil bapak dinas dulu ya,’’ cetus dia yang langsung mematikan
telepon selulernya. Tidak sampai disitu, Jawa Pos, juga
mendatangi kantor Dinas Perumahan DKI Jakarta. Namun, lagi-lagi para
pejabat dinas tidak bisa ditemui. ’’Semuanya pada keluar mas,’’ kata
salah seorang pegawai.
Sementara itu, anggota DPRD DKI dari Fraksi Gerindra Syarif
menyayangkan, terhadap sikap Sekretaris dewan (Setwan) yang mengaku
tidak tahu terkait renovasi gedung tersebut.
Menurut dia, Setwan sebagai user di dewan harusnya mengetahui rencana
renovasi gedung lama tersebut. Sebab, gedung tersebut kan ditempati
olehnya. ’’Masa gak tau. Makanya saya mempertanyakan sikap Setwan, ini poin pertama saya’’ kata dia.
Syarif juga menduga, renovasi gedung lama DPRD DKI yang menghabiskan
Rp 28 miliar itu, ada persengkokolan antara oknum anggota DPRD periode
lalu, Dinas Perumahan dan Setwan. Tuduhan ini bukan tanpa dasar. ’’Salah
satu indikator terjadinya tindakan korupsi spare (rentang)
waktu renovasi gedung tersebut terlalu dekat,’’ ungkapnya. ’’Dan
renovasi sebelumnya belum sepenuhnya selesai. Mereka harus dipanggil
nanti,’’ tandasnya.
Posting Komentar