Jika ada anak muda yang malas bersekolah, ada baiknya melihat dua orang ini. Usia sudah di atas 60 tahun, tapi masih giat menuntut ilmu. Mereka pun turut menjadi peserta kejar paket C demi mendapatkan ijazah SMA, Senin (13/4).
KENING berkerut dengan wajah sedikit tertunduk. Sepasang mata menatap
naskah soal di salah ruang ujian no 56 di SMPN 26. Laki-laki tersebut
tampak serius mengerjakan soal bahasa Indonesia. Di antara teman-teman
di kelas itu, dia tampak mencolok. Rambut yang nyaris semuanya putih
menyembul dari pecinya. ”Umur saya sekarang 62 tahun,” kata laki-laki
bernama Moh Anas Ma’shum itu.
Dengan usianya itu, Anas menjadi peserta tertua ujian nasional
pendidikan kesetaraan (UNPK) di sekolah tersebut. Anas termotivasi
mengikuti ujian kesetaraan jurusan IPS itu karena mau sekolah lagi.
”Semangat dong mengerjakannya,” katanya, lalu tersenyum.
Anas telah mengikuti UNPK berturut-turut, mulai paket kejar A sampai
paket kejar C saat ini. ”Dua paket sudah lulus, sekarang tinggal paket
C. Semoga lulus juga,” harap laki-laki kelahiran Kediri, 14 April 1953,
tersebut.
Anas membutuhkan ijazah formal lantaran sebelumnya dirinya adalah
lulusan Pesantren Raudlatul Ulum, Kediri. Pondok itu tidak mengeluarkan
ijazah yang bisa digunakan Anas untuk mendaftar ke pendidikan tingkat
selanjutnya. Ayah dua anak yang berasal dari Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) Nasrul Ummah tersebut ingin kuliah ke jenjang yang
lebih tinggi.
Menghadapi unas, Anas sungguh-sungguh mempersiapkan diri. Dia belajar
rutin setiap hari sejak sebulan sebelum unas. ”Saya juga pinjam
soal-soal tryout dari sekolah. Lalu, saya pelajari di rumah,” ungkap pensiunan guru agama Islam di SMK YPM 2, Sidoarjo, tersebut.
Anas juga update terkait dengan perkembangan dalam
pelaksanaan ujian tahun ini. Dia sering mendapatkan informasi dari media
cetak maupun elektronik. Dia memantau perkembangan setiap hari. ”Saya
langsung mendaftar begitu pendaftaran ujian kejar paket C dibuka mulai
akhir tahun lalu,” jelasnya.
Semangat itu mendapat dukungan penuh dari keluarga. Istri dan dua anaknya memberikan support penuh. Anas menceritakan, keluarganya sering menemani saat belajar. ”Anak saya juga membantu mendaftarkan ujian ini,” katanya.
Kalau ditanya ingin melanjutkan kuliah di mana jika ijazah sudah
dikantongi? Anas belum menentukan tempatnya. ”Saya masih fokus ujian ini
dulu. Kalau sudah lulus, baru saya pikirkan lanjut kuliah di mana.
Paling ya dekat-dekat saja dari rumah,” kata kakek yang saat ini tinggal
di Karangpilang, Sidoarjo, tersebut.
Setelah kuliah, dia ingin kembali menjadi guru. Entah menjadi guru
privat atau di pesantren. Yang terpenting, imbuh dia, menyumbangkan ilmu
yang diperolehnya untuk orang lain. ”Istri saya juga seorang guru. Saya
sudah menjadi guru selama 21 tahun. Tidak bisa dipisahkan dari dunia
pendidikan,” imbuh laki-laki berkacamata itu.
Peserta kejar paket C yang juga berusia di atas 60 tahun adalah
Parni. Dia ikut ujian di SMPN 32 Surabaya. ’’Senin depan (20/4) saya
ulang tahun ke-64 tahun lho,’’ ujarnya.
Perempuan asal Ngawi tersebut mengikuti kejar paket untuk mengejar
syarat pengajar. Sehari-hari Parni menjadi bunda pendidikan anak usia
dini (PAUD) di PAUD Melati Jagir Sidomukti. Ketentuan dari pemkot,
setiap bunda PAUD wajib mengantongi ijazah minimal SMA atau setara.
Sementara itu, ijazah yang dimilikinya baru setara SMP. ’’Niki (Ini) giliran. Tahun lalu bunda-bunda lainnya, mereka itu ditunjuk kepala PAUD,’’ ucap nenek empat cucu tersebut.
Demi mengejar ujian itu, Parni belajar di PKBM Budi Mulia setiap hari
seusai mengajar. Berbagai pelajaran – mulai bahasa Indonesia hingga IPS–
dilahapnya dengan semangat.
Belajar di usia senja memang bukan hal mudah. Agar tidak ketinggalan pelajaran, dia dibantu belajar oleh cucunya di rumah. ’’Puthu kulo sami-sami SMA. Nanging taksih kelas kalih (cucu saya sama-sama SMA, namun masih kelas dua),’’ kata Parni.
Dengan statusnya sebagai ”pelajar unas”, dia bangga. Sebab, secara
kelas pendidikan dia hanya lebih tua setahun daripada si cucu.
”Belajarnya nggeh sareng puthu (belajarnya bersama cucu),” katanya.
Tentang ujian kejar paket C yang tengah dilakoninya, dia menyatakan
tidak ambil pusing. Perempuan yang diantar cucunya untuk ujian tersebut
menjelaskan, yang penting mendapatkan kesempatan belajar lagi. Dengan
demikian, dia tidak mudah diserang demensia alias pikun. Parni tidak
menargetkan nilai yang fantastis. Yang penting, dia sudah berusaha
maksimal.
Ketika ditanya mata pelajaran yang paling mudah, perempuan yang serumah dengan anak dan cucunya di Jagir itu hanya tersenyum. ’’Nggih bahasa Indonesia kemawon. Ini tadi juga alhamdulillah ada yang ngerti, alhamdulillah ada yang nggak ngerti,’’ jelasnya.
Untuk yang paling sulit, matematika yang diujikan pada hari kedua dan
bahasa Inggris pada hari ketiga dianggap mengerikan baginya. ”Mulai biyen matematika karo bahasa Inggris niku paling uangel,” ungkapnya.
kompos media cyber post
Mengikuti ujian kejar paket C merupakan salah satu peristiwa tak
terlupakan dalam hidupnya. Apalagi, dia menempuhnya di usia yang tidak
lagi muda. Menghadapi unas, perempuan yang disapa Yangti oleh peserta
ujian di ruangannya tersebut datang dengan tampilan begitu rapi.
Kerudung putih berhias manik-manik, kebaya putih, lengkap dengan jarik
batik yang warnanya masih tampak baru. Semangat Eyang.
Posting Komentar