Revisi UU MD3 Bisa Tidak Mulus PDIP Usulkan Tak Hanya Bahas Jatah Pimpinan Komisi
KOMPOS - JAKARTA – Agenda revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD,
dan DPRD (UU MD3) sebagai tindak lanjut kompromi Koalisi Merah Putih
(KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) di parlemen berpotensi tidak
berjalan mulus. Sebab, PDIP juga sedang menyiapkan agenda tambahan
terkait langkah rencana perubahan tersebut.
Tambahan perubahan dalam UU MD3 itu berpotensi memperumit pembahasan.
Selain mengatur penambahan jumlah kursi wakil pimpinan alat kelengkapan
dewan (AKD) yang terdiri atas 11 komisi dan 5 badan, partai utama
pendukung pemerintahan Jokowi-JK itu mengajukan revisi terkait
pasal-pasal yang dianggap mengganggu jalannya pemerintahan.
”Jadi, (revisi) diperlukan bukan hanya soal jabatan AKD. Ada
aturan-aturan yang terlalu berlebihan nuansa (sistem) parlementernya,”
kata Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat ditemui di sela-sela acara
peringatan HUT Ke-3 Partai Nasdem di Kantor DPP Nasdem, Jl Gondangdia,
Jakarta, Selasa (11/11).
Hasto menambahkan, ada semacam political engineering untuk
mengarahkan penerapan sistem parlementer dalam MD3. ”Karena itu, perlu
ada upaya untuk mengembalikan pada sistem presidensial sebagaimana yang
berlaku di negeri ini,” ucap mantan deputi Tim Transisi Presiden Jokowi
tersebut.
Hasto kemudian menunjuk salah satu pasal di UU MD3 yang dianggap
bertentangan dengan prinsip presidensial, yaitu pasal 98 yang mengatur
tugas komisi. Dia menyatakan, ada sejumlah ketentuan di pasal tersebut
yang telah overlapping. ”Melebihi wilayah dalam kerangka sistem presidensial,” tandasnya.
Semangat utama yang perlu diluruskan, tegas Hasto, adalah ketika
seorang presiden dipilih langsung, yang bersangkutan dan para
pembantunya juga harus dijamin bisa melaksanakan kerja dengan baik
selama lima tahun. ”Kecuali kalau presiden dan para pembantunya
melanggar undang-undang, maka perlakuannya bisa berbeda,” tutur Hasto.
Meski tidak menyebut secara pasti, penjelasan Hasto mengarah pada
ketentuan di pasal 98 ayat 6 UU MD3. Di situ diatur, keputusan dan atau
kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat
mengikat antara DPR dan pemerintah. Bukan hanya itu, keputusan dan atau
kesimpulan juga wajib dilaksanakan pemerintah.
Di ayat berikutnya (ayat 7) kemudian diatur, ketika ada pejabat
negara dan pejabat pemerintah tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat 6, komisi dapat mengusulkan penggunaan hak
interpelasi, hak angket, hingga hak menyatakan pendapat. Atau hak
anggota lainnya mengajukan pertanyaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Terpisah, Sekjen Partai Golkar Idrus Marham hanya mengingatkan bahwa
waktu yang dirancang untuk pembahasan revisi UU MD3 cukup pendek. Belum
lagi, proses revisi masih harus dilanjutkan dengan mengubah sejumlah
ketentuan terkait di tata tertib (tatib) DPR.
Meski tidak tegas menolak, Idrus mengajak semua pihak berfokus dulu
menyelesaikan persoalan yang ada di DPR saat ini. Tujuannya, tambah dia,
DPR bisa segera bekerja dan menjalankan fungsinya. ”Yang utama itu kan
merevisi pasal yang terkait dengan komposisi kepemimpinan alat
kelengkapan dewan dengan menambah satu wakil di sana. Yang lain itu cuma
tambahan,” tutur Idrus.
Sesuai hasil lobi terakhir, pada Kamis (13/11) akan dilaksanakan
rapat paripurna sebagai tahap awal merevisi UU MD3 dan tatib DPR. Saat
itu seluruh pihak juga telah sama-sama merancang bahwa agenda revisi dua
aturan tersebut bisa selesai sebelum 5 Desember.
Selain persoalan tersebut, agenda kompromi KMP dan KIH masih
terhadang belum adanya kesepahaman di sejumlah fraksi KIH dengan format
dan mekanisme bagi-bagi kursi. Hingga kemarin fraksi-fraksi dari partai
selain PDIP masih tidak menginginkan kompromi lewat revisi UU MD3.
Salah satunya PPP kubu muktamar Surabaya. Ketua DPP PPP versi
Romahurmuziy, Amir Uskra, mengatakan, sampai kini belum ada pembicaraan
di internal partai KIH yang membahas bagi-bagi kursi. Namun, dia
berharap pembagian kursi itu berjalan secara proporsional. ”Harapannya
merata. Namun, kami akan bicarakan di level internal,” jelasnya.
Menurut Amir, mekanisme pembagian 21 kursi yang diberikan KMP secara
proporsional berdasar perolehan kursi di DPR. Atas landasan itu, Amir
mengklaim bahwa partai berlambang Kakbah tersebut mendapatkan minimal
dua pimpinan komisi. ”Menurut perhitungan kami mendapatkan tiga lebih
pimpinan komisi dan alat kelengkapan dewan,” ucapnya.
Namun, jelas Amir, ke depan KIH akan melakukan pembahasan secara
internal. Jatah 21 kursi itu bakal dibagi merata. Amir menegaskan bahwa
PPP tidak keberatan jika hanya mendapatkan jatah wakil ketua komisi.
”Prinsipnya, kami menerima untuk kebersamaan, demi untuk kerja,”
ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan, belum
sregnya partai-partai di KIH harus segera disikapi pimpinan KIH. Menurut
dia, juru runding KIH yang diwakili Pramono Anung dan Olly Dondokambey
harus segera memberikan penjelasan kepada partai pendukung pemerintahan
Jokowi-JK itu. ”Biarlah mereka yang memberikan penjelasan,” ujarnya.
Posting Komentar