TKI Dimutilasi di Hongkong Tulang Punggung Keluarga
KOMPOS - CILACAP –Kabar duka TKI perempuan yang dimutilasi di
Hongkong sampai ke keluarga korban Senin sore (3/11). Orang tua Sumarti
Ningsih, 23, mengetahui pembunuhan keji anak ketiganya itu dari petugas
Polres Cilacap.
Ayah korban, Ahmad Kaliman, 58, terkejut saat polisi datang ke
rumahnya di Grumbul Banaran, RT 2, RW 5, Desa Gandrungmangu, Kecamatan
Gandrungmangu, sekitar pukul 17.00. ’’Saya sangat kaget. Terakhir ngabari,
dia bilang mau pulang November ini. Malah dapat kabar sudah tidak ada
(meninggal, Red),’’ ujar Kaliman di rumahnya Senin malam (3/11).
Dia menjelaskan, Sumarti adalah anak ketiga di antara empat
bersaudara. Perempuan berparas ayu itu sejak lulus SD atau berusia
belasan tahun sudah merantau. ’’Jadi, lulus SD dia sudah pergi ke
Jakarta. Itulah awal dia merantau yang membuatnya semakin mandiri untuk
pergi ke luar negeri,’’ ungkapnya.
Kaliman menuturkan, Sumarti meninggalkan seorang anak yang masih
berusia 5 tahun. Anak tunggal Sumarti, Muhammad Hafidz Arnovan, tinggal
bersama Kaliman dan Suratmi yang tidak lain adalah kakek dan neneknya.
’’Sekarang dia (Hafidz, Red) sudah sekolah PAUD,’’ ujarnya.
Menurut dia, Sumarti berangkat ke Hongkong pada Januari 2011 sebagai
TKI melalui PJTKI Arafah Bintang Perkasa. Di Hongkong, dia bertahan
selama 2 tahun 8 bulan. Selanjutnya, Sumarti pulang. Dia juga sempat
kursus disk jockey di Jakarta selama lima bulan. Setelah itu, dia pulang selama sebulan.
’’Dia berangkat lagi ke Hongkong. Tapi, tidak lewat PJTKI, melainkan
pakai paspor kunjungan wisata atau turis. Tiga bulan lalu dia sempat
pulang dan 2 Agustus berangkat lagi ke Hongkong sampai akhirnya
meninggal,’’ katanya.
Suratmi, 49, ibu korban, terakhir dihubungi putrinya pada 15 Oktober
lalu. Perempuan kelahiran Bongo Tebu, Kalimantan, 22 April 1991, itu
menjelaskan, Sumarti akan pulang November ini sekalian merayakan ulang
tahun anaknya. ’’Eh, setelah itu malah nggak bisa dihubungi sama sekali,’’ ungkapnya.
Dia hanya berharap jasad anaknya bisa segera dipulangkan. ’’Apa pun
bentuk dan wujudnya, namanya orang tua, tetap menginginkan anaknya dapat
dipulangkan, meski sudah tidak bernyawa,’’ tegasnya.
Sementara itu, menurut tetangga desa, Sumarti dikenal ramah. Dia sangat bertanggung jawab kepada keluarga.
Hal itu diakui Sulardi, 44, tetangga korban, di Grumbul Banaran.
Menurut dia, Sumarti merupakan pribadi yang periang dan mandiri. Meski
berhenti mengenyam dunia pendidikan, dia tidak dikucilkan teman
sebayanya. ’’Dia berhenti sekolah, lalu bekerja. Hal itu membuat teman
sebayanya iri dan ingin seperti Sumarti, bisa membelikan sesuatu untuk
orang tua,’’ jelasnya.
Selain periang dan bertanggung jawab, menurut Sulardi, Sumarti sangat
supel. Dia bergaul dengan siapa saja tanpa pandang status. ’’Dia ya
seperti bocah seperti umumnya. Saat ingin bermain, ya dia bermain. Kalau
ingin di rumah, ya di rumah. Anaknya juga sopan,’’ terangnya.
Hal senada diungkapkan Harti, saudara korban. Melihat perekonomian
keluarga yang sulit, Sumarti meminta berhenti sekolah. ’’Waktu minta
berhenti sekolah, orang tuanya melarang karena sesusia dia kan
masih harus sekolah. Orang tua justru kasihan kalau dia berhenti
sekolah. Tapi, Sumarti tetap kukuh untuk bekerja saja,’’ ujarnya.
Sejak awal merantau, Sumarti sering memberikan uang yang disisihkan
dari hasil bekerja untuk keluarga di rumah. Meski anak ketiga, sifat
manja tidak tampak dalam diri perempuan berusia 23 tahun tersebut.
’’Sampai akhirnya merantau di Hongkong, dia selalu menabung di bank.
Uang itu diminta untuk biaya hidup keluarga dan sekolah anaknya,’’
terangnya.
Posting Komentar